Indonesians Resonance

Let Indonesians talk more about Indonesia development, and let its resonances break the lame development.

Desa Mandiri Energi

(Presiden RI Website)
Dr. Andi A.Mallarangeng, dikutip dari harian Jurnal Nasional

‘Pakne…Pakne…ini minyaknya sudah mau habis, padahal perlu masak macam-macam. Besok kan mau pengajian di rumah?’

‘Beres Bune…kemarin sudah saya petik di kebun. Sekarang sudah kering semua. Tinggal diperas saja. Perlunya berapa liter?’

Percakapan semacam ini sebentar lagi sudah menjadi percakapan biasa di banyak desa. Terutama di desa-desa terpencil, yang dipersiapkan menjadi Desa Mandiri Energi. Mungkin Anda sudah bisa menduga apa yang dimaksud dengan suami isteri dalam percakapan itu. Ya, yang dibicarakan adalah minyak jarak yang digunakan oleh keluarga itu sebagai pengganti minyak tanah, seperti yang minggu lalu disaksikan oleh Presiden SBY di Kabupaten Grobogan.

Di desa terpencil itu, kelangkaan dan kemahalan minyak tanah sudah bukan masalah. Tinggal memetik buah jarak di kebun, lalu dikeringkan bijinya, kemudian diperas atau digiling. Dan minyak jaraknya, langsung bisa dipakai di kompor. Tak ada lagi bau minyak tanah. Hebatnya lagi, ampasnya pun bisa dijadikan briket dan digunakan pula sebagai arang briket yang langsung bisa dipakai untuk kompor briket yang sudah tersedia.

Kalau ada kelebihan produksi setelah penggunaan untuk kebutuhan rumah tangga, semuanya bisa dijual kepada pertamina ataupun berbagai perusahaan yang siap sedia untuk itu. Di Grobogan, PT Rajawali Nusantara Indonesia, sebuah BUMN yang bergerak dalam bidang biofuel, akan menampung segala kelebihan produksi petani dan membelinya dengan harga yang wajar. Bahkan jika petani ingin menanam jarak bukan hanya untuk konsumsi rumah tangga, tetapi justru sebagai usaha pokok, PT RNI juga bersedia bekerjasama dengan pola bagi keuntungan yang cukup menguntungkan petani.

Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan hanyalah satu dari dua ribu Desa Mandiri Energi di seluruh Indonesia yang akan dikembangkan sampai tahun 2009. Separuhnya dengan menggunakan Bahan Bakar Nabati, terutama jarak, tetapi juga tanaman lainnya seperti sawit, kelapa, singkong maupun tebu. Separuh lainnya menggunakan energi alternatif non BBN, yaitu dengan menggunakan mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, gas metane dari kotoran ternak, panas bumi dan sebagainya.

Semua desa ini adalah desa-desa yang terpencil, dengan infrastruktur yang tertinggal, atau berada di lahan kritis, dan miskin. Program desa mandiri energi memutus ketergantungan terhadap distribusi BBM, mengurangi atau menghapuskan biaya dan konsumsi BBM, menghidupkan ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung lingkungan hidup yang lestari.

Desa-desa ini hanya sebagai permulaan, sebagai contoh bahwa desa yang mandiri secara energi dengan menggunakan BBN atau energi alternatif lainnya bisa dilakukan, menguntungkan rakyat desa, dan mudah. Desa-desa lain, walaupun tidak terpencil tentu bisa pula mengikuti, sesuai dengan potensi desanya masing-masing.

‘Bang…enak ya sekarang. Kita tak perlu lagi tunggu-tunggu itu mobil tangki minyak tanah, datang atau tak datang di desa kita. Tinggal petik di kebun, kompor menyala. Mana kelebihannya bisa dijual lagi. Abang mau pisang goreng?

‘Bah…mana sudi aku antri minyak tanah lagi. Sekarang aku bisa jadi raja minyak. Aku lagi pikir bagaimana bikin listrik sendiri untuk desa ini, dengan minyak kita yang berlimpah ini. Biar kita bisa nonton TV tak perlu lagi pake aki. Dan anak-anak belajar tak perlu lagi pake petromak. Sayang…pisang gorengmu sekarang enak sekali. Tak ada lagi bau minyak tanahnya.’

1 Comment»

  NURFAJRIANSAH wrote @

MEMANG KITA HARUS KEMBANGKAN ENERGI MANDIRI BIAR NGAK TERGANTUNG DARI LUAR AYO INDONESIA SANGAT KAYA KALAU KITA SEBAGAI ANAK BANGSA KREATIF


Leave a comment